Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Powered by Blogger


Selamat Datang di Blog GKJ Brayat Kinasih, Yogyakarta. Tuhan Yesus Memberkati...


Senin, November 24, 2008

Khotbah Sulung Pdt. Sundoyo, S.Si.

Kejadian 2 : 7
MENGENAL HAKEKAT DIRI SEBAGAI UPAYA MEMULIAKAN TUHAN.
Waktu saya sekolah minggu, saat saya mendengar cerita penciptaan manusia, saya membayangkan bahwa Tuhan itu membuat “orang-orangan” berbentuk manusia dari tanah liat atau tanah basa yang bisa dibentuk. Kemudian orang-orang itu ditiup oelh Tuhan sampai menggelembung menjadi besar, sebesar manusia dewasa, jadilah manusia yang hidup. Gambaran seperti ini masih melekat pada benak saya sampai say mencoba menafsirkan teks dari Kejadian 2 : 7. Namun dalam proses penafsiran, teks ini memberikan gambaran yang berbeda dari apa yang ada dalam benak saya selama ini.Pada ayat 26 diceritakan bahwa : “Tetapi ada kabut naik ke atas dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi itu”. Penggambaran bahwa semua muka bumi itu basah menunjukkan waktu (kapan Allah menciptakan manusia) dan juga kenyataan bahwa seluruh permukaan bumi itu basah. Dari fakta pada ayat 6 inilah yang membuat teks asli Ibrani, ayat 7 bagian permulaan memiliki dua kemungkinan penerjemahan.
1. Dia akan menjadikan “Manusia Tanah Kering” atau “Manusia Debu” dari tanah.
2. Dakan menjadikan manusia dari tana kering atau debu

Dua alternative ini muncul karena kata “apar” yang berarti “tanah kering atau debu” berada di antara kata “et haadam” (menjadikan seorang manusia) dan “min haadam” (dari tanah). Jadi kalau kata “apar” menerangkan kata “et haadam” maka muncul alternative terjamahan 1, kalau kata “apar” menerangkan kata “min haadam” maka muncul alternative ke 2. Dua alternative ini mempunyai konsekwensi penafsiran dan penekanan makna yang berbeda.

Kalau alternative pertama : Dia akan menjadikan “Manusia Tanah Kering” atau “Manusia Debu” dari tanah. Mau menekankan bahwa pada hakekatnya manusia itu adalah tanah, manusia itu adalah debu, berasal dari benda mati tetapi menjadi hidup karena hembusan nafas Tuhan. Dengan demikian penekanannya ada pada hakekat manusia yang sesungguhnya, manusia hanyalah tanah. Sehingga menyadarkan kepada kita supaya tidak sombong dan congkak. Kita hidup hanya karena nafas Tuhan kalau nafas itu sudah diambil, kita hanyalah segumpal tanah.

Sedangkan alternative kedua : “Dia akan menjadikan manusia dari tanah kering atai debu”. Ini lebih menunjukkan kepada kita bahan yang seperti apa yang dipakai Tuhan untuk menciptakan manusia. Tuhan memakai debu atau tanah kering untuk menciptakan manusia. Fakta ini perlu untuk diungkap karena memperbandingkan keadaan seperti pada ayat 6 yang menyatakan bahwa seluruh permukaan bumi basah. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan memilih bahan yang kering dari semua permukaan bumi yang basah. Mengambil yang berbeda dari apa yang ada. Saya lebih cenderung menyatakan yang istimewa dari apa yang ada. Ini menggandung makna yang dalam juga bagi kita. Bahwa Allah menciptakan manusia dari bahan yang Tuhan pilih sendiri, yang berbeda dari yang umumnya (yang istimewa). Jadi sebenarnya pada proses penciptaan kta ini sudah terbuat dari bahan pilihan. Jadi kita ini sebenarnya istimewa. Istimewa di hadapan Tuhan. Oleh karena itulah Allah menjadi manusia dalam supa Yesus untuk menyelamatkan kita manusia yang berdosa.

Makna dari kedua alternative ini sesungguhnya dapat kita gabungkan untuk membangun pemahaman kita tentang hakekat manusia. Manusia itu diciptakan oleh Allah dari bahan yang dipilih oleh Allah sendiri, menjadi mahluk yang istimewa di hadapan Tuhan tetapi harus tetap ingat bahwa kita ini hanyalah tanah. Tanah yang mati itu menjadi hidup hanya karena hembusan “nafas hidup” dari Tuhan. Kesatuan antara tanah dan nafas dari Tuhan itulah yang menjadi manusia itu ada, kalau keduanya terpisah maka tidak bisa lagi disebut dengan manusia.
Kalau kita ini pada hakekatnya adalah tanah maka kita perlu belajar dari tanah. Tanah menjadi tempat kita berpijak, tanah menjadi sumber kehidupan yang kita perlukan, tanah menghasilkan makanan, air dan sumber kekayaan yang kita miliki. Kita makan dari hasil bumi dan juga membuang segala kotoran kita ke tanah. Walaupun kita membuang kotoran, sampah dan limbah hasil usaha kita, hal ini tidak membuat tanah berhenti member berkat kepada kita, ia tetap setia, ia tetap sabar dan tidak mendendam. Tetap memberikan kita segala yang kita butuhkan. Sifat-sifat seperti ini juga yang seharusnya ada pada kita. Kita harus memiliki asas manfaat, hidup kita harus berguna bagi sesama. Walaupun mungkin yang kita terima adalah “kotoran” dan “limbah” namun kita tetap setia untuk memberikan yang terbaik kepada sesame kita.

Dalam teks yang kit abaca menunjukkan bahwa yang membuat manusia itu hidup adalah “nafas hidup” yang dihembuskan Tuhan. Nafas hidup inilah daya yang membuat manusia menjadi “ada”. Nafas itu milik Tuhan. Tuhan yang memberikan kepada manusia maka yang sesungguhnya berhak mengambil “nafas hidup” itu adalah Tuhan. Tidak seorang pun berhak menghilangkan nyawa sesamanya. Tuhanlah yang member dan Dialah yang berhak untuk mengambilnya.

Proses penciptaan ini mengingatkan kita pada konsep Jawa tentang : “sangkan paraning dhumadi”. Orang yang baik adalah mereka yang menyadari dari mana ia berasal dan kemana ia nanti akan kembali. Hidup itu pemberian Tuhan dan tujuan hidup juga adalah Tuhan. Tuhan adalah “sangkan” dan “paran”. Pemikiran ini mudah untuk ditulis dan diucapkan tapi tidak semuda untuk mempraktekannya. Kalau mengatakan bahwa Tuhan adalah tujuan dari hidup kita maka kita mengarahkan segala hidup kita hanya kepada Tuhan. Kekayaan, penimbunan harta benda, pangkat, kedudukan bukanlah tujuan hidup. Lalu semua itu apa? Kalau semua itu bukan “paran” dari hidup lalu untuk apa kita sekolah dengan giat, gigih bekerja, berhemat supaya dapat menabung. Semua itu melekat pada kehidupan kita dan semua berguna sebagai sarana kita untuk berguna dan member manfaat bagi orang lain dan menjadi sarana menuju pencarian kebenaran Firman Tuhan.

Hal lain yang dapat kita pelajari dari proses penciptaan manusia adalah kenyataan bahwa manusia itu terdiri dari tanah yang menjadi daging dan juga “nafas Tuhan” yang menjadi daya hidup yang tidak kelihatan. Kesatuan dari keduanya yang membuat manusia itu hidup. Tidak dapat dikatakan manusia kalau yang ada hanya tubuh saja sementara sudah tidak bernyawa. Demikian juga sebaliknya, tidak dapat dikatakan sebagai manusia kalau yang ada hanya nyawasedangkan tidak melekat pada tubuh. Pemikiran yang seperti ini melahirkan paham dualistic, bahwa manusia terdiri dari hal-hal duniawi dan rohani. Namun Alkitab tidak mengajarkan bahwa hal-hal yang rohani lebih penting dari hal-hal jasmani. Keduanya adalah satu kesatuan. Dengan kesadaran seperti inilah yang menjadi landasan pelayanan gereja. Kalau yang dilayani adalah manusia maka pelayanan itu harus bersifat menyeluruh, tidak hanya berkait denga hal-hal rohani saja tetapi juga jasmani.

Dengan memahami hakekat manusia, mengerti siapa kita maka harapan kita semakin memulyakan Tuhan, Semakin mengerti siapa kita di hadapan Tuhan, kita adalah umat ciptaan-Nya, Tuhan adalah pencipta. Apa yang sudah kita lakukan untuk pencipta kita, apa yang sudah kita perbuat sebagai umat ciptaan. Memiliki asal manfaat, berguna bagi sesame dan meiliki sifat seperti tanah menjadi jalan bagi kita untuk memulyakan Tuhan. Kiranya Allah, Bapa Sang Pencipta, Yesus Kristus Penebus dan Roh Kudus selalu menyertai kita pada perjalanan mencari kebenaran Firman Tuha. Amin.

0 komentar:


ShoutMix chat widget